Seorang Ibu
berusia sekitar 40+ sedang duduk bersandar di kursi dekat ruang tunggu.
Berkali-kali ia melirik BlackBerry yang tak pernah lepas dari genggamannya. Ah,
rupanya ia sedang menunggu giliran mengambil hasil nilai UAN SD.
Datang seorang wanita
muda, mendekati si Ibu tadi. Wanita tersebut menenteng lembaran kertas hasil
kelulusan anaknya. Tampaknya ia sedang bahagia, senyumnya berseri-seri. Berbeda
dengan si Ibu, yang terlihat muram durja.
Setelah duduk
bersebelahan, keduanya terlibat sebuah perbincangan.
‘Mbakyu, nilai
anaknya berapa?’ Wanita muda membuka pertanyaan.
‘Belum tahu,
Jeng. Ini masih nunggu giliran.’ Si Ibu menjawab, sopan. ‘Ah, anak saya
paling-paling cuman dapet nilai 25-an. Dia angel
kalo disuruh belajar, Jeng. Kalo anaknya situ dapet berapa?’
Wanita muda itu
terkekeh. ‘Anak saya, si Neneng, ndak usah ditanya Bu. Dia dapat 28,75. Hebat
bukan? Saya kaget waktu wali kelasnya bilang kalo nilai si Neneng tertinggi di
sekolah ini. Padahal nilai semesterannya jeblog
lho Bu. Tapi ternyata, nilai UAN malah memuaskan..’
‘Selamat ya
Jeng. Beruntung sekali anak sampeyan..’
‘Beruntung
gimana to Bu? Anda ngece saya?!’
‘Lha, tadi
sampeyan bilang, katanya kalo semesteran nilainya suka jeblog. Lha ini, pas UAN malah dapet tertinggi di sekolah. Apa
namanya kalo buka prestasi instan alias beruntung?’ Si ibu memasukkan
BlackBerry-nya ke dalam tas. ‘Dewasa ini, banyak lho Jeng, prestasi akademik
anak bukan menjadi andalan..’
‘Maksud Mbakyu?’
‘Yaa sekarang
kan banyak sekolah-sekolah yang curang saat UAN berlangsung. Praktek
contek-mencontek dihalalkan. Tujuannya apa lagi kalo bukan supaya sekolah
berhasil mencapai tingkat kelulusan 100%. Dengan begitu, pamor sekolah otomatis
juga akan terangkat kan, Jeng?’
‘Ah, Mbakyu ini
kok berprasangka buruk to?’
‘Memang
kenyataannya ada yang kayak gitu, Jeng. Kalo di EURO 2012 ada pengaturan skor, di sekolah ada pengaturan nilai. Kalo tingkat kelulusan
mencapai 100% plus nilai-nilai siswa
yang juga maksimal, pasti banyak siswa baru yang ngantri kepengen daftar, kan?
It’s not about education, but It’s all
about how to make a good name and much money, Jeng. Guru juga manusia, butuh
uang untuk makan.’
‘Tapi anak
saya, si Neneng, kan ndak seperti itu. Dia jujur kok. Murni kerjaan sendiri.’
‘Iya, Jeng. Saya
percaya. Ndak semua sekolah selicik itu, ada juga yang benar-benar jujur.’ Si
ibu membenarkan sambil tersenyum. ‘Saya hanya lagi galau. Bingung aku, Jeng. Di
negeri kita ini masyarakatnya pada pintar-pintar. Bukan pintar ilmu pengetahuan,
tapi pinteeer ngibul..!’
Hening.
Keduanya terdiam sesaat.
‘Kan tadi Mbakyu
sendiri yang ngomong, mereka juga manusia: butuh
uang untuk makan..’
‘Iya, bener
Jeng. Lha, kok semua malah jadi amburadul gini, ya.. Salah siapa ini?’
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!