Suatu sore, saat sedang asyik menikmati berita tentang
Penangkapan si Neneng, Pakdhe Raya datang dan ikut duduk disebelah saya.
Awalnya ia berbasa-basi sebentar soal kasus Neneng,
‘Saya kok bingung ya, Mas. Kenapa sih tersangka korupsi wanita kalo tertangkap
langsung berdandan memakai kerudung? Selain Neneng, si Nunun Nurbaeti dan
Malinda Dee ketika tertangkap juga langsung berkerudung. Kok ya ndak dari dulu wae?’
Saya cuman diam, nggak menyadari sama gaya berbusana
para tersangka itu. Tapi kemudian, Pakdhe kembali melanjutkan pertanyaannya,
bukan tentang kasus korupsi, tapi tentang facebook saya.
‘Oh iya Mas, saya pernah nginjen facebook sampeyan
beberapa waktu lalu. Di profil sampeyan ada sebuah tautan yang isinya semacam puisi gitu. Kalo ndak salah, disitu sampeyan sedang ngomongin seorang Kepsek. Wani tenan sampeyan?’
‘Lho, menopo
ndak boleh ya Pakdhe? Apa saya harus takut?’
‘Oh, ndak Mas. Boleh-boleh saja, saya malah support
sampeyan. Di negeri kita kan banyak orang yang bermuka bening kayak personil
JKT 48, tapi hatinya koyo peceren. Kotor. Namun mereka banyak yang ndak
terekspos, jadi banyak yang tertipu. Gawat to?’
‘Hahaha… Pakdhe itu kok ya tahu JKT 48 segala? Meski
sudah uzur tenyata jiwa Pakdhe tetep narsis. Jangan-jangan Pakdhe juga ikut
audisi Heavy Rotation Dance Cover, ya?’ saya mesam-mesem, bercanda sama Pakdhe
Raya.
‘Sontoloyo… casingnya boleh jadul, tapi mesinnya tetep
update..’ pamer Pakdhe sambil joget a la JKT 48. ‘Tapi, ngomong-ngomong, lain
kali kalo mau mengkritik seseorang, ndak usah takut Mas. Karena konstitusi
menjamin setiap hak warga negara menyampaikan pendapat secara lisan maupun
tulisan. Sebagai konsumen, hak dan kewajiban sampean pun diatur oleh
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sing penting sampeyan harus bisa
membedakan antara mengkritik dan mencela. Dan kalo sudah selesai mengkritik,
jangan lupa memberi saran dan solusi.’
‘Nggih, Pakdhe. Siap Laksanaken!’ jawab saya seraya
memberi sikap hormat layaknya upacara apel Partai Nasdem.
‘Saya malah penasaran, sebenarnya apa to yang
menggelitik sampeyan sampai cenat-cenut dan bikin pusing tentang Kepsek? Kepsek
mana?’
‘Gini lho, Pakdhe…’ Saya menjelaskan. ‘Jadi, beberapa
minggu yang lalu, saya dicurhati sama teman saya. Dia curhat tentang polah
tingkah Kepseknya yang sering bikin galau. Kalo Pakdhe ngintip timeline twitter
teman saya, pasti langsung miris. Isinya gur
galau kronis!’
Pakdhe Raya geleng-geleng kepala. ‘Apa to kelakuan
Kepsek yang bikin risau itu?’
‘Banyak, Pakdhe. Kata teman saya, Pak Kepsek orangnya
labil alias masih suka plin-plan. Gonta-ganti pasangan pendirian. Kalo
detik ini ngomong A, nanti satu jam lagi udah ganti B. Besok ganti C. Lusa udah
sampai ganti X. Gitu terus..’
‘Sontoloyo… kok bisa sama ya kayak Pemerintah. BBM
katanya mau naik, eh, ternyata ndak jadi. Lady Gaga katanya mau gelar konser,
juga ndak jadi. Sanak familinya kabarnya ndak ada yang dicalonkan sebagai presiden,
tapi belakangan malah diusulkan… wis jan, sontoloyo tenan!’
‘Lha iya to Pakdhe, teman saya juga cerita, pernah pas
semester lalu, para OSIS di sekolahnya akan mengadakan serangkaian kegiatan
class meeting, eh, tapi semua malah amburadul. Berantakan.’
‘Lha ngopo?’
‘Karena pendirian Kepseknya logro, Pakdhe. Keputusan pembatalan
salah satu kegiatan class meeting terlontar begitu saja, satu hari sebelum
kegiatan dimulai. Mendadak. Padahal persiapan sudah dipersiapkan. Para siswa
yang kecewa banyak banget. Tapi mereka semua pada diem, sudah tradisi warga
Indonesia, setiap orang selalu bersikap baik di depan atasan.’
‘Nah… itu… itu…’ kata Pakdhe Raya sambil
menunjuk-nunjuk. ‘Pemerintahan negara ini kebanyakan suka begitu. Kelebihan
para atasan adalah bisa semena-mena meludahi bawahan. Sedangkan bawahan yang
ingin meludah balik, sebelum meludah, pasti sudah diinjak-injak terlebih dahulu
sama atasannya.
Salah satu contoh, seperti kejadian di Solo beberapa
waktu terakhir, ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah pada pertengahan tahun,
di tengah-tengah pergantian semester. Itu kan ndak etis, Mas. Lah, kan sulit
nyari sekolah di tengah semester seperti itu. Masa siswa tersebut disuruh cuti
sekolah selama full 6 bulan? Ditelantarkan tanpa pertangung jawaban. Padahal
UUD sudah mengatur pada pasal 31 ayat 1, setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan. Sontoloyo tenan, to?
Saya jadi curiga, Mas. Menurut saya, ini jamannya
bukan jaman orang jujur, tapi jamannya wong pinter. Siapa kalah pintar, ya
mampuslah dia. Sistem hukum bukan berdasarkan keadilan, melainkan berporos
kepada uang dan pengaturan kekuasaan. Hukum dan kekuasaan seolah-olah ada
remote control-nya. Bisa diatur sesuka hati.
Mulane, sampai detik ini, banyak kasus korupsi
yang belum selesai. Dan malah lahir koruptor-koruptor yang baru. Lha wong kata
Pak Dahlan, di BUMN wae 70 persennya pada korupsi semua.
Sebagai wong cilik, kalo ndak pinter, ya minimal
jangan menjadi orang bodoh yang mudah dibodohi. Mengko kowe malah kapusan dewe..’ jelas Pakdhe, yang kemudian
mengulum sebatang rokok Marlboro Light.
‘Satu lagi, Pakdhe, teman saya juga bilang, banyak
guru-guru di sekolahnya yang kehilangan selera mengajar disana. Selain karena
pemimpinnya yang plin-plan, denger-denger, para guru tak tetap sering digaji sak upil. Lah, harga BBM mau naik,
sembako juga naik, tapi gaji?’
‘hahaha…’ Pakdhe Raya malah tergelak. ‘Lha piye to,
Mas… lihat saja tuh, bibit korupsi tumbuh dimana-mana. Lha wong gaji pemain
bola di liga Indonesia juga ada yang berbulan-bulan ndak dibayar. Opo meneh sing gur dadi guru..
Tapi saya heran, kan guru itu julukannya Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa, tapi kok kayaknya ndak sreg gitu ya? Kayaknya mulai sekarang
harus diganti. Anak saya, sering dimintai bayaran sama gurunya. Yang buat beli
seragam baru kek, LKS dan buku baru kek, sumbangan kek, piknik kek.. huh Sontoloyo.
Lama-lama guru bukan lagi Pahlawan Pendidikan, tapi seorang pengusaha yang
berprinsip: Ah, pokok’e sing penting aku
bathi..’
‘Sabar, Pakdhe… Jadi kalo menurut Pakdhe, apa
tanggapan Pakdhe mengenai Kepsek teman saya itu?’
‘Gini Mas, kalo masalah plin-plan, ya mau ndak mau,
sifat koyo ngono harus cepat dirubah.
Lha, kalo pemimpinnya saja masih labil, mau jadi apa anak buahnya? Plin-plan
itu kan sumber masalah. Pemimpin yang baik harus bisa menuntaskan segala masalah,
bukan malah menciptakan masalah yang baru.
Kita harus percaya, setiap masalah selalu melahirkan
hikmah. Masalah adalah ujian untuk lebih mendewasakan diri. Semua masalah pasti
bisa selesai, asal ada kemauan untuk menyelesaikannya. Dan juga, masalah harus
segera diselesaikan. Karena kalo kita menunda-nunda, nanti masalah tersebut
akan menjelma menjadi Monster Hambalang
yang besar, kita pasti kewalahan.
Jadi, kalo kita mendapat masalah, mumpung masih
mudah.. ya buruan diselesaikan. Jangan kosak-kosek,
gek ndang dirampungne. Gitu, paham?’
‘Paham, Pakdhe.’ Saya mengangguk. ‘Tapi Pakdhe,
memangnya kalo masalah dibiarkan semakin besar, apa yang akan terjadi?’
‘Hah? . . . yo . . . PECAS NDAHE…!’
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
1 komentar:
salut buat tulisanmu....
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!