Ah, langit sore yang cerah. Jingga seperti biasanya. Pukul 16.20 Waktu
Indonesia Barat. Panas sih iya, tapi nggak nyengat.
Sepoi angin sore. Matahari menyorotkan sinar-sinar.
Ambruk menghambur di sekujur jalanan. Tidak semuanya, beberapa ada yang menimpa
dedaunan pohon dan memunculkan bayang-bayang di kemudian.
Yah, jadi inget waktu di bus Januari lalu. Berada
dalam perjalanan, jauh dari rumah. Nggak mikirin apa-apa. Nggak takut apa-apa.
Seolah sang cemas sedang ambil jatah cuti. Was-was sedang absen. Hanya si
tenang yang bermukim di benak ini.
Di langit, burung-burung terbang menembus udara tanpa
halang. Aneh, aku yang ada di bus dan mereka yang sedang terbang, tapi mungkin
seperti mereka, aku juga serasa mengecup kebebasan.
Sore ini, jingga itu, bayangan pohon itu dan
sinar-sinar itu bahu membahu membuatku seperti menghadap dejavu. Ku coba resap
lebih dalam, dan kurasakan hadirnya kamu. Melakukan hal yang sama. Mengamati
pantulanmu dan aku di balik kaca jendela.
Disana, kamu memantulkan tawa. Aku juga. Kita seperti
punya kembaran. Kita seperti ada dua.
Kamu lantas memelukku. Pelukan yang ditirukan oleh
pantulan kita di kaca. Di sore berlangit jingga. Kita. Tepat di balik jendela.
Lagi, aku ingin mengulangi semua itu.
Lagi, untuk entah berapa kali aku digerayangi rindu….
… rinduku padamu
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung
potongan kejujuran dan cuplikan angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!