Tak hanya skandal para artis yang sanggup memanas di
kalangan linimasa. Untuk skala yang lebih kecil, skaldal yang terbit dari
masyarakat pun juga bisa booming menjadi topic hangat warga. Apapun yang
sekiranya sumbang jika sudah jatuh mengenai arus umum, pasti akan dialirkan
secara bincang oleh banyak orang. Entah lewat mulut ke mulut, via kabar angin
atau yang lainnya.
Semalam di kampung kami sempat mencuat skandal yang
membuat warga geger. Sebuah keluarga terjangkit kabar buruk. Adalah Pak
Kudungene yang harus menelan malu. Istrinya kepergok selingkuh dengan pria
lain. Pak Kudungene yang terkenal galak langsung geram mendengar kabar
tersebut. Kalau saja tidak dicegah oleh Pak Rt, mungkin istrinya sudah penuh
lebam dan habis menjadi korban KDRT.
Bagai hembusan angin Sahara, kabar aib keluarga Pak
Kudungene dengan cepat melesat ke kuping penduduk sekitar. Semua warga ramai
membicarakannya. Termasuk aku dan Jagad.
‘Dasar perempuan! Bisanya cuman bikin masalah saja.
Gitu tuh kalo punya istri tak setia. Bener nggak, Bin?’ omel Jagad sambil
menoleh ke arahku.
Aku tersenyum tipis. Enggan beropini.
‘Tapi aneh juga, kenapa istri Pak Kudungene bisa
selingkuh?’ Jagad meletakkan tangannya di bawah dagu. Menirukan gaya Detektif
Conan. Sok cool. ‘Padahal seharusnya dia nggak perlu ngelakuin itu. Semua
kebutuhan terpenuhi, suami punya pekerjaan tetap, dan tempat tinggal yang luas
juga sudah dimiliki, tapi kenapa malah selingkuh?’
Aku mengangkat bahu. ‘Entahlah..’
‘Apa mungkin istri Pak Kudungene itu di guna-guna sama
pria lain? Atau jangan-jangan…’ Jagad asal berasumsi.
‘Ya nggaklah! Pasti ada faktor logisnya. Tak ada asap
kalo tak ada api.’
‘Maksud kamu, karena pengaruh sifat Pak Kudungene yang
galak itu?’
‘Bisa jadi..’ Aku mengangguk. ‘Kita sebagai cowok
pasti pengen punya pasangan yang setia, nggak neko-neko, dan penurut, bukan?
Nah, seorang perempuan itu bisa menurut bukan karena tanpa alasan. Istri Pak Kudungene
misalnya, dilihat dari polah tingkah lakunya, tentu dia bukan peremuan penurut,
tapi penakut.’
‘Penakut? Gimana maksudnya?’
‘Perempuan yang sering menerima kekerasan, bentakan
dan sikap otoriter akan selalu memberontak—meski tanpa bertindak. Begitu juga
dengan perempuan yang sering mengalami pelarangan ini-itu, dan penolakan begitu-begitu.
Mereka akan menurut kepada pria, bukan karena hatinya, tapi karena
keterpaksaan.’
‘Oooh, jadi mereka itu menurut karena takut ya Bin?
Lalu gimana caranya supaya perempuan bisa nurut tanpa harus takut?’
‘Jangan gunakan kekerasan—baik keras secara fisik
maupun kata-kata. Perempuan akan luluh dengan kelembutan. Jadi kalo kamu pengen
ngebikin cewek melting, kamu tinggal sentuh aja bagian itu-nya dengan lembut.’
‘Bagian itu-nya?’ pikiran Jagad mulai kotor.
‘Sentuh perempuan dengan lembut tepat pada hatinya.
Perempuan jangan dipukul, tapi dipeluk. Perempuan jangan dimarahi, tapi
dimengerti. Dan jangan diacuhkan, tapi diberi perhatian. Perempuan sebenarnya
tak akan membuat masalah, asal kita bersedia memahami dan membimbing mereka.’
‘Kenapa bisa gitu Bin?’
‘Karena perempuan itu ada untuk dipimpin. Maka mereka
akan mencari sosok yang sanggup menjadi nahkoda, memimpin pelayaran menuju
pelabuhan cinta. Mereka tercipta dari tulang rusuk kita untuk dimuliakan, bukan
disakiti.’
Jagad manggut-manggut.
‘Jadi, pacaran tuh jangan cuman berduaan
diremang-remang aja, tapi coba belajar untuk saling terbuka, berkomunikasi
dengan baik, dan mengenal lebih dalam satu sama lain. Di jamin deh, pasti
langgeng.’ Aku menjelaskan, setengah menyindir Jagad.
‘Okeeh, siap komandan!’ sahut Jagad seraya berpose
“HORMAT GRAK!”. ‘Eh Bin, kenapa perempuan harus dimuliakan? Kan seharusnya
mereka yang mengabdi sama kita, para pria?’
‘Mugkin memang sudah seharusnya begitu. Kalo kita
memuliakan perempuan, maka otomatis mereka juga bakal mengabdi sama kita. Nggak
bakal pindah hati alias nyantol terus.’ Aku tergelak. ‘Perempuan itu, entah
tomboy, matre, urakan dan sebagainya, selama mereka masih pipis jongkok, mereka
tetaplah tak lebih dari seorang perempuan. Calon istri dan calon ibu. Punya
rasa. Punya hati. Punya sesuatu yang nggak kita miliki.’
‘Oooh …’ bibir Jagad monyong. ‘Kembali ke masalah Pak
Kudungene, kenapa istrinya selingkuh? Apa karena belum dimuliakan?’
‘Kok Tanya sama aku? Tanya sama Pak Kudungen sana
lho…’ Aku terkekeh. Jagad manyun. ‘tapi yang penting, jangan sampai kita
bersikap keras sama perempuan. Keras sama tegas itu berbeda. Karena kalo kita
bersikap keras akan menimbulkan efek berbahaya!’
‘Apa aja?’
‘Satu, untuk menutupi kesalahan -karena takut- mereka
akan belajar berbohong. Dua, pelarangan dan penolakan yang bertubi-tubi akan
membiasakan mereka mencuri-curi waktu. Tiga, mereka akan tertutup sama kita,
punya tekanan batin, dan berharap supaya kita pergi—karena mereka menganggap
kehadiran kita adalah sebagai pembunuh kebebasan. Dan yang paling bahaya ya itu
tadi, mereka akan minta putus … atau malah selingkuh.’
‘Wiih, dampaknya mengerikan ya Bin?’ tutur Jagad. ‘Kok
kamu bisa tauk?’
‘Iyalah, makanya baca blog ini.’ Aku tersenyum mantap. ‘Cinta yang sejati memberikan
sayap-sayap kepada pasangannya, sedangkan cinta yang palsu memberi belenggu.’
‘Setuju!’ Jagad mengacungkan jempolnya.
Bagaimana denganmu, sudahkah
memuliakan perempuan?
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan
kejujuran dan cuplikan angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!