Cinta terkadang
masih sempat mengenalkan kita terhadap hal-hal yang tak masuk akal. Sesuatu yang
kita kenal tapi tak bisa dimengerti. Sesuatu yang kita pahami namun sulit untuk
dijelaskan. Sesuatu yang ada, tapi tak tampak.
“Some that made us laugh.. Some that made us
cry.. One that made you have to say goodbye..” – Always, Bon Jovi.
Aku sepaham
dengan quote itu. Cinta memang begitu. Kadang mampu membuat kita tergelak
bahagia, dan tak jarang sanggup membuatmu berkaca-kaca. Apa itu cinta? Itulah
cinta.
Kata orang,
cinta itu butuh pengorbanan. Apa kau pernah berkorban untuk cinta? Pernahkah
kau, melakukan sesuatu yang begitu besar dan berat hanya demi suatu cinta, tapi
kau tak pernah mengerti kenapa kau mau melakukannya?
Cinta juga
membisukan suara hati. Menipu daya supaya kita rela kehilangan semua yang kita
punya, dan kita merasa bahagia olehnya. Kita tak peduli dengan tetes jerih,
segelas darah, maupun segores luka yang menyayat hati. Ketika mereka bertanya,
kita hanya menjawab, ‘Aku melakukannya karana cinta.’
Kita sadar
dengan apa yang terjadi, kita tahu bagaimana resikonya nanti, tapi kita terus
menerus melakukannya. Demi cinta. Dan kita pun tersenyum bangga setiap kali
mengingatnya. Itukah cinta?
Kadang antara
pengorbanan dan kebodohan anomali adalah dua hal yang sulit dibedakan. Dan
cinta lagi-lagi datang sebagai titik akhir jawaban dari sekian pertanyaan.
Sebuah kambing hitam yang selalu dipuja.
Kita semua
tahu, cinta itu indah, tapi di sisi lain, ketika cinta harus diakhiri, kata indah
dapat berubah menjadi rasa sesak yang begitu dalam.
Seperti menikam
jantung, agar kita segera membuka mata. Segera menyadari, bahwa yang selama ini
yang kita lakukan, tak lain adalah ke-tolol-an. Memberi kita berbagai kilasan
balik tentang apa saja yang telah kita lewatkan, tanpa pemikiran matang.
Membuat kita paham bahwa cinta suatu kali juga sanggup membunuh secara
perlahan.
Kata orang,
cinta itu buta. Cinta merayu kita supaya tak peduli lagi dengan apapun. Bahkan
menyangkal segala hal benar secara logika. Itukah cinta?
Dan pada
akhirnya, di suatu senja, ketika kita teringat dengan serpihan
kenangan-kenangan tentang cinta, ingatan yang telah lama berlalu namun masih
sering muncul tanpa diundang, kita hanya bisa bernostalgia … sembari tertawa,
tertawa, dan tertawa.
Menertawai
semua pengorbanan, kebodohan, kepolosan, ketidaktahuan kita terhadap cinta.
Kita tertawa, terbahak semakin keras hingga
muncul butiran-butiran air dari tepi mata. Tertawa lalu diam—penuh penyesalan.
Menyesal. Karena kenapa cinta itu begitu cepat berakhir, atau, karena tindakan-tindakan
yang kita lakukan dan resiko yang kita terima setelah mengatasnamakan … cinta.
Itukah cinta?
Apa yang
sekiranya sebanding untuk menukar itu semua?
Tertawalah …
lalu menangislah.
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan
kejujuran dan cuplikan angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!