
Dengan menulis aku semakin mengenal siapa aku. It’s true.
Dari sekian tulisan yang aku buat,
aku belum pernah merasa sedekat ini dengan tulisanku sendiri. Rasanya seperti
aku menemukan tempat dimana seharusnya aku berada. Seperti mendapatkan apa yang
selama ini—susah payah—aku cari. Bagai di tempat yang serba gelap, dan menulis-lah
yang menjadi titik terang sebagai satu-satunya sumber pencahayaan.
‘Untuk
apa kamu menulis?’ salah satu teman bertanya. ‘Apa enaknya menulis?’
Di saat dia bertanya, aku cuman
menjawab ‘Banyaklah pokoknya.’ Lalu bergegas meninggalkan dia. Aku memang
sengaja enggan untuk menjelaskan kepadanya secara runtut. Karena aku yakin, dia
nggak akan pernah tau. Dia nggak akan pernah mengerti.
Dalam perjalanan, langkah demi langkah ku habiskan
untuk merenungi pertanyaannya.
Untuk apa aku menulis?
Sejujurnya, aku menulis itu untuk bercerita. Menghibur
sambil berbagi kisah. Yap, memang itu alasan yang sangat nggak efektif dan
norak. Tapi memang itu tujuan ku menulis.
Jika suatu waktu aku menemui suatu
momen dalam hidup, tanpa berpikir panjang, tanganku seperti pengen bergerak
untuk mengetik. Seperti ada yang pengen aku bicarain,
aku ceritain dan aku curahin ke dalam tulisan. Seperti, kejadian
yang telah lalu, aku merasa terlalu eman-eman
untuk di buang begitu aja.
Ketika merasa senang, ketika merasa sedih, menulis
memberiku kebebasan untuk berbagi dan berekspresi. Meski suatu saat, aku juga
merasa menulis adalah sebuah jembatan untuk berkomunikasi dengan pembaca.
Seakan memberitahu mereka, kalo aku juga pernah merasakan apa yang mereka rasa.
Aku pernah menjadi salah satu bagian dari mereka. Dimana hidupku nggak seindah
kalimat di dalam tulisanku. Bahwa aku pernah—sering, mengalami masa hitam di hidupku.
Hidup nggak selalu bahagia. Jauh pada tempo masa lalu,
ketika aku mendapati diriku sedang terjatuh, terkapar dan terluka pada suatu
masa. Saat itu juga, aku cuman terdiam, memendam segenab rasa yang bergulat di
dada. Kadang, aku merasa pengen bercerita, tapi nggak tau.. harus bercerita
kepada siapa? Kadang, aku pengen mengungkapkan.. tapi nggak tau, bagaimana
caranya?
Dan selang waktu berapa lama, aku terus memendamnya.
Membuatku menjadi pribadi yang tertutup. Membuatku selalu merasa egois, seolah
nggak membutuhkan orang lain. Dan pada akhirnya.. aku hanya menyimpan segala
rasa tak tercurah itu di dalam hati.. seorang diri.
Namun, kini aku mengerti, aku salah. Egois hanya akan
semakin memperburukku. Aku tau, aku nggak bisa selamanya menyembunyikan rasa.
Sesuatu yang sebelumnya aku pendam, harus dicurahkan. Hal itu membuatku
mempelajari satu hal.. jauh dalam diriku, sebenarnya.. aku butuh kalian.
Nggak terasa, dari awal aku menyalakan laptop,
berhadapan dengan lembar Ms Word yang masih putih, sedikit demi sedikit aku
mengisinya. Dengan jajaran huruf-huruf, membentuknya menjadi barisan kalimat,
lalu menyusunnya menjadi paragraph demi paragraph. Dan.. dua halaman pun jadi.
Sudah jam satu malam.
Aku menutup laptop, lalu merebahkan diri ke tempat
tidur. Merasakan hilir mudik hembusan angin malam. Merenung sendirian.
Bersama hening malam, aku menutup mata. Membayangkan seperti
berdiri di mulut lorong goa yang begitu gelap dan curam. Dengan membawa obor,
aku masuk ke dalam goa itu. Mencari sesuatu yang bisa aku temukan lantas kubawa
pulang. Dan ketika di depanku ada sebuah peti, aku membukanya.
Perlahan-lahan, aku membuka dengan hati-hati. Dalam
pikiranku, aku berharap, di dalam peti itu berisi harta karun atau emas atau
permata. Tapi bukan.
Ketika peti itu terbuka, lalu aku melihat kedalamnya,
peti itu berisi.. sebuah cermin.
Ya, tidak ada harta karun atau emas atau permata,
melainkan hanya sebuah cermin.
Tidak, tapi aku tidak kecewa.
Aku memegang cermin itu dengan kedua tangan, memandangi
bayangan ku yang terpantul di cermin. Disitu aku melihat.. diriku.
Itu yang harus aku lakukan. Melihat diriku sendiri.
Mencoba mencari tahu siapa aku ini? Mencoba mengerti, apa yang aku mau dan apa
yang aku inginkan, dimana tempatku, dan apa yang bisa aku raih dan genggam di
tempat itu?
Aku membuka mata, berhenti
berimajinasi, dan beranjak merakit mimpi..
Seiring dengan berakhirnya sang malam, kini aku tau..
Menulis adalah keseimbangan antara memberi dan
mendapatkan..
Menulis adalah kebebasan untuk berbagi dan
berekspresi.. dan,
Menulis adalah.. menjadi
diriku sendiri.
In my room,
alone
February, 24
2012
1.45 am
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!