Pages

Sabtu, 27 September 2014

Rangga



 Namaku Rangga. Begitulah mereka memanggilku.

Ibuku menamaiku sesuai dengan spesies kami. Serangga. Ya, aku seekor serangga.

Malam ini aku sedang berada di sebuah ruangan. Bersembunyi dibalik kasur kapuk, pada sebuah celah antara tepi kasur dengan sudut tembok. Sendirian. Diam dan bersiaga. Waspada.

Ruangan ini cukup luas. Dari beberapa pakaian yang sempat kulirik di dalam lemari, sepertinya ini sebuah kamar. Kamar perempuan. Nggak banyak benda yang tersimpan diruangan ini. Cuma ada satu kasur, satu lemari dan seumbruk pakaian kotor yang dibiarkan berserakan begitu saja.

Disini gelap. Ada sebuah jendela disamping lemari tapi sepertinya ia tak berguna. Ada benda besar tepat berdiri dibagian luar jendela itu. Menutupinya sehingga menghalangi sinar dari luar masuk ke dalam.

Selain lampu yang sedang dimatikan, hanya ada satu sumber cahaya disini. Segaris cahaya horizontal yang berpendar putih dari celah kecil dibawah pintu. Begitu menyilaukan.

Dari celah itu, aku sering melihat bayang-bayang hilir mudik dari satu ruangan ke ruangan lainnya pada jam tertentu.

Aku nggak berani mendekat apalagi melihat bentuk bayangan itu lebih jelas. Takut ada yang memergoki dan membunuhku dengan sekali pijakan. Maklum, aku hanya serangga. Tubuhku yang kecil ini lebih terlihat seperti tempe penyet dihadapan mereka.

Aku hanya bisa bersembunyi sembari mengamati. Menduga-duga dan sesekali menguping pembicaraan mereka.

Di ruangan bercahaya putih itu berkumpul beberapa manusia. Sepertinya sebuah keluarga. Aku cukup yakin meski aku hanya mengawasi dari celah terkecil. Mereka sering menghabiskan waktu diruangan bercahaya itu. Tertawa, mengobrol dan bercanda bersama.

Aku penasaran sekali. Aku kesepian berdiam di ruang gelap ini. Terbesit dibenak keinginan untuk keluar dari ruang ini dan ikut bergabung dengan merekakeluarga bahagia itu. Tapi ukuran nyaliku tak sebesar keinginanku. Aku nggak berani. Aku takut mati.

Lagipula aku tak begitu yakin mereka akan ramah dengan kehadiranku disini. Jadi dari pada hidupku berakhir menjadi tempe penyet yang sia-sia, aku memilih untuk tetap berdiam disini saja. Lebih aman, kurasa. Setidaknya aku bisa hidup sedikit lebih lama.

Dalam kegelapan sunyi, aku berdoa. Semoga mereka, manusia itu, senantiasa bahagia tanpa menghiraukan aku ada. Siapa pula yang mau menghiraukan aku. Aku hanya seekor serangga tempe penyet. Serangga tak bernyali yang berdiam diri mengamati keadaan diluar melalui celah kecil bawah pintu. Mengantisipasi situasi sambil cari jalan buntu.

Namaku Rangga. Aku seekor serangga. Keberadaanku disini dianggap hina. Aku seringkali diharapkan tak pernah ada. Tak apa, aku paham dengan idealisme mereka. Aku cuma ingin mengamati saja. Melihat dari jauh bagaimana sebuah keluarga hidup bahagia penuh tawa.

Saling berbagi cerita dan cinta dengan sesama manusia. Hanya sesama manusia. Bukan serangga.

Andai aku bisa menjadi manusia atau setidaknya dianggap menyerupai manusia seperti mereka...

Bukan menjadi serangga. Kecoa.


(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Matur nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan angan


0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!