Pages

Selasa, 22 Juli 2014

Sebelum Pamit Pergi




Seberapa sering sebuah pembicaraan dengan seseorang membuatmu tertawa ketika mengingatnya?

Apalagi kalo yang diajak bicara adalah seorang yang istimewa, tentu cuplikan angan yang terngiang di otak akan menjai lebih spesial. Disadari atau tidak, bernostalgia akan menjadi pekerjaan yang di siang bolong terasa begitu menyenangkan.

Sore itu, bibir si lelaki masih terasa basah bekas kecupan hangat perempuannya. Mereka baru saja selesai berciuman. Suatu kenyamanan yang tidak biasa menyelimuti keduanya. Sebentar lagi lelaki itu harus segera pulang namun mereka seperti tak ingin berpisah sekarang.

Mereka masih asyik bercanda dan bercerita. Ibarat makanan pencuci mulut, mereka kerap melakukannya. Berbicara apa saja pasca berkecup mesra.

‘Aku senang hari ini dilewatin bareng lagi sama kamu.’ Ucap lelaki, jujur.

Perempuannya lantas tersenyum. ‘Aku juga.’

Dia memandangi senja yang mewarnai langit. Tatapnya mengawang-awang. Tak sedikit pun sengat warna oranye matahari yang menyinari tubuh mereka mengganggunya. Di belakang rumah, mereka duduk bersebelahan tengah sibuk menikmati senja yang mengantar sang surya menuju persembunyiannya.

Dia menoleh memandangi paras cantik perempuannya. ‘Nanti lagi kalo kita nggak sedang keburu, pas mau pulang, aku biasain nyium kamu dulu yak!’ pintanya, menggoda.

‘Emmh, kenapa?’ Perempuan itu balik bertanya. Mengantisipasi adanya kemungkinan invasi rayu yang menyerbu.

‘Yaa... nggak harus setiap ketemu, pas pulang selalu diakhiri ciuman, cuma pas sempet aja.’ Lelaki itu berusaha menjelaskan. ‘Saya pengen punya kebiasaan sama kamu.’

‘Aku nggak mau.’ Perempuannya menjawab, singkat. ‘Aku nolak!’

Rasa kaget menyengat benak lelaki dalam sekejap. Bukan itu jawaban yang ia harap. ‘Nolak? Kenapa?’

Eh, si perempuan malah unjuk senyum jenaka. ‘Iya, nolak kalo kamu sampe keburu dan nggak nyempetin buat nyium aku! Wlek!’ Dengan manja, ia menjulurkan lidahnya.

Lelaki itu tertawa. Ia senang dengan jawaban itu. Jawaban kejutan yang ia ingini. Mereka kembali bercanda. Ditemani senja sambil tertawa. Sampai akhirnya bibir mereka berkecup kembali. Berciuman lagi. Lebih lama dari yang tadi.


Menjajal kebiasaan yang saling disetujui sebelum si lelaki pamit pergi.


kepada kamu,
yang mengajak saya berdansa
pada malam-malam itu..


(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Matur nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan angan

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!