Saya nggak
perlu berjanji. Sebab saya bukan politisi.
Saya nggak
perlu menggaransi. Sebab saya bukan lembaga asuransi.
Melupamu itu
seperti membasmi korupsi. Susah sekali.
Saya rindu
kamu. Selalu tanpa alpa setiap waktu.
Rindu semuamu.
Saya baru
ngerti, ternyata rindu juga bisa sesakit ini.
..
Kalo kalian aja
kangen dia, saya lebih sangat kangen dia. Cuma saya yang tahu kenapa dia pergi
secepat itu.
Dan percayalah,
dia tidak sungguhan ingin pergi.
Tidak.
Tidak selama
ini.
Tidak seawal
ini.
Saya nggak
perlu bersumpah diri. Sebab saya bukan agamawan suci.
Saya nggak
perlu mengganti rugi. Sebab saya bukan seorang yang anomali.
Merindumu itu
seperti menyantap spaghetti bercampur duri.
Nikmat
sekaligus bikin nyeri.
Pun seribu
rindu terkumpul berbaris sejajar rapi, selama kamu tak pernah sempat saya
temui, hati ini mustahil terlengkapi.
Detik-detik jam
tangan membeku bersamaan dengan rindu yang mengawang abadi.
catatan yang ditulis pada malam pembukaan piala dunia
ketika rindu tiba-tiba menyerbu menghadang
saat ku sadari telah lama tak ada suaramu yang biasa
memanggilku ‘sayang’
(.‘’)(‘’.)
(.‘’)(‘’.)
Matur
nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan
angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!