Bagaimana
jika sesuatu yang akrab dengan kita, pada suatu ketika, hilang begitu saja?
Pertama,
timbul rasa yang tak biasa. Kedua, kita mulai bertanya. Ketiga, kita pergi
mencari.
Lalu
bagaimana jika tetap tak bisa menemukannya? Mungkin saya akan terduduk diam.
Mencoba beradaptasi dengan situasi yang sedang terjadi. Kemudian menyiapkan
kesabaran. Memantapkan hati untuk menunggu. Berharap ia akan kembali beberapa
hari lagi.
Namun
menunggu bukan hal mudah. Menunggu butuh perjuangan. Memerlukan suatu
keyakinan, bahwa apa yang diyakini, bukan sekedar hempasan opini.
Menunggu
juga melelahkan. Keadaan yang kian tidak memungkinkan memaksa saya untuk tak
bisa tinggal diam. Saya harus berdiri. Saya harus berjalan lagi.
Baru
beberapa langkah, terasa sesuatu yang berbeda. Sekelumit perasaan yang asing.
Seperti kehilangan kendali. Kehilangan keseimbangan. Kehilangan rasa nyaman.
Ah, sungguh memuakkan.
Pelan-pelan,
saya memuntahkan sekian kata maki. Saya tidak bisa menerima ini. Apa ini?
Kenapa ini terjadi kepada saya? Kenapa harus sampai begini? Mana yang namanya
keadilan? Kosong omong!
Hujatan-hujatan
itu makin lantang terdengar berkoar dalam batin. Serasa mendobrak-dobrak ingin
berteriak. Sekeras-keras mungkin. Tapi sayang, tak satu pun ada yang mendengar.
Tak ada harapan yang datang. Tak seorang pun berlari kemari untuk membungkam.
Sebab semua hanya dalam batin.
Dan
saya mulai takut. Takut ini, takut itu. Kehilangan menyulap semuanya menjadi
terlihat mengerikan. Mendadak, rekam masa lalu menampak di sekujur benak. Tidak
ada lagi makian. Persetan dengan keadilan. Kini, hanya kata ‘andai’ yang ngiang
terdengar.
Andai saja dulu kami bisa lebih… Andai
saja kemarin saya tidak…. Andai saja semua ini hanyalah… Ah!
Saya kembali berjalan. Memasuki sebuah keramaian. Wajah yang terpampang tanpa saya kenal, atmosfir yang sebelumnya belum pernah saya jamah dan rutinitas yang sama sekali baru, menjadi pernak-pernik hari ini.
Semua
itu membuat saya gelisah. Saya belum siap kehilangan. Masih ingin merasakan
sedikit lebih lama kebersamaan. Tapi kehilangan mengunjungi saya lebih awal.
Menyadarkan saya untuk tahu bahwa yang dekat dengan kita selalu bersifat
sementara. Untuk mengerti agar lebih menghargai dan menjaga apa yang pernah
atau sedang dititipkan olehNya.
Mengingatkan
saya untuk kembali bertahan. Menentukan satu diantara dua pilihan: meneruskan perjalanan atau duduk disini dan diam.
Boleh
mengenang, tapi harus selalu melaju. Melepaskan semua yang hilang tanpa
melupakan. Mungkin yang sudah hilang susah digantikan, tapi berdiam tak membuat
yang hilang kembali ditemukan.
Kita
sama-sama tahu itu. Berdiam tidak membuat kita sampai tujuan. Hanya menetap
tanpa berpindah tempat.
Berdiam
membuat kita…. stagnan.
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur
nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan
kejujuran dan cuplikan angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!