Pages

Selasa, 15 April 2014

Stagnan

Bagaimana jika sesuatu yang akrab dengan kita, pada suatu ketika, hilang begitu saja?

Pertama, timbul rasa yang tak biasa. Kedua, kita mulai bertanya. Ketiga, kita pergi mencari.

Lalu bagaimana jika tetap tak bisa menemukannya? Mungkin saya akan terduduk diam. Mencoba beradaptasi dengan situasi yang sedang terjadi. Kemudian menyiapkan kesabaran. Memantapkan hati untuk menunggu. Berharap ia akan kembali beberapa hari lagi.

Namun menunggu bukan hal mudah. Menunggu butuh perjuangan. Memerlukan suatu keyakinan, bahwa apa yang diyakini, bukan sekedar hempasan opini.

Menunggu juga melelahkan. Keadaan yang kian tidak memungkinkan memaksa saya untuk tak bisa tinggal diam. Saya harus berdiri. Saya harus berjalan lagi.

Baru beberapa langkah, terasa sesuatu yang berbeda. Sekelumit perasaan yang asing. Seperti kehilangan kendali. Kehilangan keseimbangan. Kehilangan rasa nyaman. Ah, sungguh memuakkan.

Pelan-pelan, saya memuntahkan sekian kata maki. Saya tidak bisa menerima ini. Apa ini? Kenapa ini terjadi kepada saya? Kenapa harus sampai begini? Mana yang namanya keadilan? Kosong omong!

Hujatan-hujatan itu makin lantang terdengar berkoar dalam batin. Serasa mendobrak-dobrak ingin berteriak. Sekeras-keras mungkin. Tapi sayang, tak satu pun ada yang mendengar. Tak ada harapan yang datang. Tak seorang pun berlari kemari untuk membungkam. Sebab semua hanya dalam batin.

Dan saya mulai takut. Takut ini, takut itu. Kehilangan menyulap semuanya menjadi terlihat mengerikan. Mendadak, rekam masa lalu menampak di sekujur benak. Tidak ada lagi makian. Persetan dengan keadilan. Kini, hanya kata ‘andai’ yang ngiang terdengar.

Andai saja dulu kami bisa lebih… Andai saja kemarin saya tidak…. Andai saja semua ini hanyalah… Ah!



Saya kembali berjalan. Memasuki sebuah keramaian. Wajah yang terpampang tanpa saya kenal, atmosfir yang sebelumnya belum pernah saya jamah dan rutinitas yang sama sekali baru, menjadi pernak-pernik hari ini.

Semua itu membuat saya gelisah. Saya belum siap kehilangan. Masih ingin merasakan sedikit lebih lama kebersamaan. Tapi kehilangan mengunjungi saya lebih awal. Menyadarkan saya untuk tahu bahwa yang dekat dengan kita selalu bersifat sementara. Untuk mengerti agar lebih menghargai dan menjaga apa yang pernah atau sedang dititipkan olehNya.

Mengingatkan saya untuk kembali bertahan. Menentukan satu diantara dua pilihan: meneruskan perjalanan atau duduk disini dan diam.

Boleh mengenang, tapi harus selalu melaju. Melepaskan semua yang hilang tanpa melupakan. Mungkin yang sudah hilang susah digantikan, tapi berdiam tak membuat yang hilang kembali ditemukan.

Kita sama-sama tahu itu. Berdiam tidak membuat kita sampai tujuan. Hanya menetap tanpa berpindah tempat.

Berdiam membuat kita…. stagnan.


(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Matur nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan angan

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!