Pernah ada cerita. Pernah ada janji. Pernah ada dosa.
Pernah ada rasa. Antara saya dan kamu.
Begitulah kamu. Perempuan yang saya temui beserta latar
belakang yang sebelumnya tak saya ketahui, kemudian saya coba untuk dalami,
hingga cukup dalam, bahkan terlalu dalam, dan akhirnya menghilang.
Kamu kemana saja kini?
Apa pengganti saya membuatmu merasa beruntung karena
bagimu sosoknya, hadirnya, ciumannya lebih dari saya? Yang membuatmu terlena
padanya, dan jatuh cinta?
Apa kepadanya, kamu juga ceritakan tentang saya? Tentang
kita?
Tentu saya mengharap selalu yang terbaik untukmu. Saya
tak menyesal kamu bahagia dengannya. Tak ada rasa kecewa yang saya jumpa
semenjak valentine terakhir yang kita lalui.
Sore itu kamu benar-benar membuktikan ucapanmu. Kamu
datang ke rumah saya. Sifat ngeyelmu lagi-lagi menyulut keluar. Membakar ancam
dalam kandungan kecam. Sebuah aksi bunuh batin diri. Kamu meletakkan tart
coklat dengan dua buah cherry merah di atasnya tepat di depan pintu rumah.
Entah jam berapa. Kamu meninggalkan coklat itu begitu saja. Tanpa suara. Entah
dengan maksud dan tujuan apa.
Coklat darimu yang terakhir kali kamu beri. Dan akhirnya
saya makan sendiri.
Sebab memang itu pilihan saya. Untuk pergi dan
mengakhiri.
Saya tak mengatakan saya tidak bahagia saat menjalani
semua itu denganmu. Saya juga tidak berucap bahwa saya hanya merasa bahagia
saja saat menjalani 8 bulan bersamamu.
Kamu menyelipkan banyak cerita yang bisa saya ceritakan
kepada semesta. Mulai dari pertemuan sampai perpisahan. Saya tidak merasa
malu—tidak pula merasa bangga. Tapi saya merasa, kenangan bersamamu bukan
seperti api pada lilin ulang tahun. Takkan padam meski dihantam semilyar tiupan.
Ah, saya jadi teringat ulang tahunmu di Juli itu. Tiga tahun
yang lalu. Saya berhasil mengerjaimu selama tiga hari berturut-turut. Dan
ketika hari H, di hadapan sebuah tart merah jambu dan lilin angkan usiamu, kamu
berderai air mata.
‘Ini surprise
penambahan usia yang pertama dan yang terindah selama aku hidup..’ Bisikmu
di telinga, ketika malu tak berdaya hinggap di perasaan, saat kamu memberi saya
pelukan diantara kerumunan.
Saya ragu kamu masih bersedia merekam ulang ingatan
tersebut—berikut ingatan-ingatan yang lain. Tapi saya yakin, sepertinya kamu
begitu berniat mengenyahkan segala hal tentang saya.
Mungkin, itu mengapa kamu mengembalikan barang-barang
yang pernah saya beri, kepada saya lagi, sore ini.
Dan mungkin, setelah barang saya lenyap dari radius
pandanganmu, kamu sudah menentukan bahwa hidup memang sudah selayaknya terus
berjalan. Apa-apa yang kiranya menghambat, patut dibuang.
Barangkali kamu telah merasa bebas. Sepenuhnya ikhlas.
Selamat ya, kamu lulus..
Kamu selangkah mendahului saya..
Kata Aerosmith, hidup itu seperti sebuah perjalanan.
Selamat melanjutkan perjalanan..
Selamat bertemu dengan orang-orang, dan menggapai
bermacam tujuan..
Sampai bertemu di lain simpang jalan.. :)
Tenang, barang-barang itu akan tetap saya simpan..
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur
nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan
kejujuran dan cuplikan angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!