Pages

Minggu, 11 Agustus 2013

Bahwa… I love you



Apakah kau peduli? Jika ternyata ku jatuh hati..
Apakah kau mau tahu, jika ku jatuh hati padamu..
--Ipang, OST Republik Twitter--



Dini hari. Sendiri. Dan secangkir kopi.

Kembali lagi, ritual kecil yang dulu pernah ada, sempat saya rindu dan pernah selama beberapa waktu saya jalani. Menulis. Tentang kamu, perempuan yang saya sebut ‘milikku’.

Saya bingung mau mulai dari mana. Rasanya aneh setelah terasa lama vakum menulis. Seperti seorang bocah yang cengar-cengir menemukan DVD game online favoritnya yang usang. Usang, tapi tetap sayang jika dibuang, pun jika hilang.

Hei, kamu tau, malam ini saya tersenyum loh. Malam ini saya teringat kamu. Ucapanmu. Aromamu. Juga kecupanmu.

Baru saja saya selesai melahap habis film Arisan 2. Film, yang dari skala satu sampai sepuluh, saya kasih nilai 90. Film yang rasanya cocok dimasukkan ke dalam list Friday Movie kita.

Oke, saya berbohong. Tadi sekitar jam sembilan lewat tiga puluh, saya bilang saya mengantuk. Menyudahi obrolan via pesan pendek ponsel dengan kamu. Saya memang nggak mengantuk, bahkan sampai jam segini, dua seperempat pagi, mata saya masih tajam setajam jari-jari ini ketika menekan tuts keyboard.

Lalu, kenapa saya berbohong?

Saya memang sengaja mengakhirinya. Saya kehabisan bahan obrolan. Iya, ini terjadi berulang kali. Saya malas jika saja topik yang ada mengalir tanpa muara, menuju delta yang tak teridentifikasi oleh peta. Hanya berjalan, tapi nihil arah dan tujuan. Saya tak mau itu. Makanya saya menyudahinya.

Nggak kok, saya nggak lantas berganti channel dengan beralih merangkai saluran-saluran komunikasi bersama perempuan lain. Crobi—yang sudah bukan Crobi lagi, terdiam sedari tadi dengan warna hitam membalut layarnya. Tak ada satu pesan pun. Pesanmu yang terakhir kali menyinggahinya.

Tapi juga bukan berarti saya menikmati film ini tanpa prahara. Selain semilir angin, ingatan tentangmu pun kerap muncul. Tepatnya, kalimatmu lah yang berseliweran. Mondar-mandir seperti pesawat capung yang tebang berkali-kali di atas kita ketika kita tengah selonjoran di depan Benteng Vren Dern Burg.

Seminggu yang lalu, kamu pernah bilang, ‘Mulai sekarang aku pengin punya jadwal ngobrol sama setiap nama di kontak ponselku. Rutin.’ Begitu, singkat saja. Dan itu mengganggu.

Awalnya, saya menganggap itu nggak adil. Kamu itu bunga, mereka itu kupu-kupu. Sedikit saja kamu memamerkan baumu, bila kupu-kupu itu mengendus, mereka akan datang. Berbondong-bondong dengan senang hati memenuhi daftar hadir undangan. Berlomba menghisap sari-sari bungamu. Persis seperti ibu rumah tangga yang mencium bau diskon baju jelang hari lebaran. Goblok jika menyia-nyiakan kesempatan.

Mungkin bagimu ini terkesan berlebihan. Tapi saya pasti meledak kayak petasan andai memaksa lebih lama untuk memendam. Nggak, saya nggak melarang. Disini tersedia kebebasan. Jadi, tolong bedakan, antara melarang dan… takut kehilangan.

Sebentar, tapi apanya yang nggak adil?

Nggak adil karena disana kamu, saya tahu, tanpa perlu susah payah mencari, lelaki-lelaki itu pasti akan berdatangan untuk kamu. Merampok sebagian besar jatah waktumu, termasuk jatah waktu yang sebelumnya kamu sisakan untuk saya.

Sedangkan saya? Disini saya tak mencari siapa-siapa selain kamu, tidak pula dicari siapa-siapa kecuali kamu—yang sampai saat ini masih mau-maunya mencari saya. Bukannya saya nggak berkenan jika kamu memperbanyak teman, silakan. Saya hanya ingin kamu mengerti, bahwa tentang cerita yang ada antara kamu dan saya, saya belum rela jika harus disudahi.

Nggak. Nggak hari ini. Nggak saat ini.

Dan setelah saya coba koreksi, ternyata saya salah. Semua yang terjadi adalah adil. Keadaan tak menentukan suatu keadilan. Bukan pula polisi, pengacara ataupun hakim yang bijaksana. Tapi diri kita sendiri. Diri saya. Adil atau tidaknya yang terjadi di depan mata adalah kemauan kita untuk menggunakan hak pilih untuk memilih. Memilih diam saja, atau bertindak dan mengubah segalanya.

Logikanya, kalo kamu bisa bercumbu mesra dengan lelaki lain, tentu saya juga bisa melakukan hal yang sama. Namun kalo kita menyaingi kemampuan orang lain dengan tujuan memamerkan diri bahwa kita tak kalah dan tak rendah dibanding orang itu, bukannya itu sama saja menunjukkan bahwa betapa kita menaruh harga diri di kasta yang (sangat) murah?

Lagipula, kita sama-sama tahu bahwa perbandingan tak akan membawa kita kemana-mana. Perbandingan hanyalah sebuah perbandingan. Mungkin hanya saya saja yang kelewat rumit menjabarkan semua paragraf diatas yang dengan jelas dapat disimpulkan bahwa saya… saya cemburu.

Iya, saya cemburu. Benci sama kamu.

Kalo sudah begini, palingan saya cuma bisa menghibur diri dengan kata-kata. Kalimat penghibur yang kebanyakan berisi Bullshit. Sebab, kata-kata hanya mengalihkan perhatian saya dari pahitnya kenyataan. Tapi tak merubah apa-apa.

Saya berbohong bila saya berkata, ‘Ah sudahlah, itu kan urusan dia. Persetan. Saya ndak mau ambil pusing. Suka-suka jidat dia lah. Ngapain saya peduli?

Saya berbohong bila saya berucap, ‘Yaa paling ndak, dengan begitu dia bisa bahagia. Toh dia begitu karena itu adalah pilihannya. Bukannya cinta itu ikhlas menerima apa saja asalkan orang yang kita sayang bahagia?

Saya berbohong bila saya bicara omong kosong, ‘Apapun yang terjadi, saya yakin, dia pasti kembali. Jika memang Tuhan yang menghendaki..

Jadi, mana bagian saya yang tak berbohong?

Saya nggak berbohong bahwa…

Saya tahu, banyak orang bilang, cerita cinta hanyalah lakon melodrama yang akan termakan usia dan menjadi sejarah kuno. Kalimat ‘I love you..’ nantinya hanya akan terngiang sebagai kenangan.

Menyenangkan memang, memutar ulang rekaman sejarah tentang kamu, tapi saya tak ingin puas sampai disitu. Lebih dari itu, bukan hanya mengenang, tapi saya juga ingin menciptakan sejarah-sejarah baru bersama kamu..

Membuktikan bahwa ‘I love you..’ bukan sekedar kenangan..
Melainkan, bahwa ‘I love you..’ adalah suatu kenyataan..

Iya, kenyataan.. perasaan saya untuk kamu, adalah nyata.

I love you, and I always do..



catatan untuk kamu,
perempuan yang semalam membenci saya lantaran saya tak kunjung pulang..
saya mencintaimu. selalu.


(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Matur nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan angan


0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!